Sabtu, 17 Januari 2015

KASUS PERMASALAHAN DALAM ETIKA BISNIS



  1. JELASKAN ETIKA SEBAGAI TINJAUAN

a. Pengertian etika

Etika  (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul  dari  kebiasaan”)  adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang  utama filsafat yang    mempelajari nilai atau  kualitas yang menjadi studi  mengenai standar dan penilaian moral.Etika mencakup analisis dan penerapan konsepseperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

b. Prinsip etika

Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka  adalah  manusia.
1. Pertama, prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab.
  1. Prinsip kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula.
  2. Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
  3. Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi.


c. Basis teori etik

  1. Etika Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tidakan yang telah dilakukan. Dalam tori teleologi terdapat dua aliran, yaitu.
- Egoisme etis  : Inti pandangan dari egoisme adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri.
- Utilitarianisme berasal dari bahasa Latin yaitu utilis yang memiliki arti bermanfaat. Menurut toeri ini, suatu perbuatan memiliki arti baik jika membawa manfaat bagi seluruh masyarakat ( The greatest happiness of the greatest number ).
  1. Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang memiliki arti kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori etika yang penting.
  1. Teori Hak
Dalam pemikiran moral saat ini, teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupaka suatu aspek dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
  1. Teori Keutamaan ( Virtue )
Dalam teori keutamaan memandang sikap atau akhlak seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh sifat yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.

d. Egoisme

Egoism merupakan suatu bentuk ketidak adilan kepada orang lain. Inti dari pandangan egoism adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi untuk memajukan dirinya sendiri. Hal seperti ini juga dapat dijadikan satu – satu tujuan dari tindakan moral setiap manusia. Egoism ini baru menjadi persoalan serius ketika seseorang cenderung menjadi hedoistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata – mata sebagai kenikmatan fisik yang bersifat vulgar.
Fokus dari teori ini adalah One should always act in one’s own best interest. Self interest berbeda arti denganselfishness karena memenuhi kepentingan pribadi ( self interest ) merupakan sesuatu yang baik, sedangkan selfishnessterjadi ketika pemenuhan kepentingan pribadi merugikan pihak lain.
Egoism tidak cocok dengan kegiatan manusia sebagai mekhluk sosial. Egoism tidak mampu memecahkan masalah ketika perselisihan muncul.
  1. Dalam menciptakan bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antaralain pengendalian diri dan pengembangan tangggung jawab sosial ( social responsibility ), jelaskan !!
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat.
Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro. Perspektif makro adalah pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Perspektif mikro adalah dalam Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
  1. Pengendalian Diri
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut.
  1. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
  1. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
  1. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah dan sebaliknya.
  1. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
  1. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis
  1. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
  1. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha.
  1. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebu

PERLUNYA REALISME DALAM ETIKA BISNIS


            I.  PENDAHULUAN 


          Meskipun  pendekatan  konvesional dalam etika bisnis telah sukses dalam memijah sebuah industri dan mendorong kebijakan publik yang merugikan , tapi masih tersimpan kebingungan yang mendasar . Kurangnya realisme tentang bisnis atau etika , trend yang lazim dalam etika bisnis merusak perilaku etika yang benar dan kebebasan individu .
Trend yang lazim dalam tika bisnis , yang di maksud di sini adalah pendekatan konvesional yang terdiri dari rentang yang luas dari akademis dan doktrin yang populer .

II.  KEBINGUNGAN YANG MENDASAR

a.  Kegagalan dalam membedakan antara “BISNIS” dan “PERUSAHAAN” etika bisnis yang konvesional dan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) menganggap bisnis dan perusahaan adalah sama , padahal sebenarnya secara kategori berbeda . “PERUSAHAAN” – “KORPURASI” merancang struktur organisasi tertentu yang mempunyai tujuan tertentu yang di setujui oleh pemegang saham ; itu bukan lah bisnis . Sebaliknya “BISNIS” merancang tujuan tertentu ; memaksimalkan value (nilai) dari pemilik (owner) dalam jangka panjang dengan menjual barang dan jasa .Tujuan definitif bisnis di peroleh tidak dari perusahaan tetapi kepemilikan tunggal dan kemitraan . Para pendukung etika bisnis mengalamatkan mereka kepada perusahaan dan  menggunakan  istilah CSR , mereka mengabaikan bisnis secara luas . Sebaliknya , para pendukung SCR menganggap bahwa perusahaan harus di bisniskan , mereka terus menerus menggambarkan persyaratan dari tata kelola perusahaan dan tanggung jawab perusahaan .

b.      Kegagalan untuk mengenali peranan tujuan dalam pendekatan konvesional , tidak mengenal dua kebenaran mendasar , yaitu :
-Bahwa hanya sebuah bisnis yang dapat menjadi sebuah bisnis yang etis.
-Bahwa apa yang di sebut oleh sebuah bisnis yang etnis tergantung pada tujuan bisnis .


    III.  PENOLAKAN DOKTRIN STAKEHOLDER (DOKTRIN PEMANGKU
              KEPENTINGAN)

           Tujuan bisnis selalu di kecualikan oleh dasar yang biasa dari etika bisnis yang konvesional dan CSR = penemuan cacat dari doktrin stakeholder . Istilah “STAKEHOLDER” terkait dengan 3 pandangan berbeda :

·         Yang 1 dan 2 adalah pandangan biasa tidak mempunyai signifikasi moral tertentu.
·         Yang ke 3 sebagian besar tidak koheren



           Dengan  menggunakan  stakeholder  artinya  mengenali  bahwa  orang  lebih  memberi perhatian dalam sebuah proses ketika mereka secara materiil terlibat dalam hasilnya . Definisi stakeholder dalam sebuah organisasi  menurut R.Edward Freeman adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau di pengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi . Pencapaian adalah aktivitas dalam mengejar tujuan , tidak hanya sukses dalam melakukannya . Diadopsi dari Uni Eropa , definisi tersebut mengecualikan semua kriteria dari materialitas , kedekatan , dan legitimasi . Kritik terhadap stakeholder :

a.       Doktrin stakeholder bertentangan dengan bisnis
1.      Doktrin stakeholder mengindikasikan banyak tumpang tindih dan sering memicu konflik kapasitas individu atau kelompok yang disebut sebagai stakeholder .
2.      Dalam Doktrin stakeholder tidak ada kriteria apa yang merupakan benefit stakeholder .
3.      Tidak ada petunjuk bagaimana mereka harus seimbang .
.      Doktrin stakholder merusak akuntabilitas
c.       Doktrin stakeholder tidak tepat
d.      Implikator penting Doktrin stakeholder

IV.  ETIKA BISNIS KONVESIONAL KONTRA PRODUKTIF

a.       Etika bisnis yang konvesional tidak bertanggung jawab dan tidak etis
b.      Etika bisnis konvesional merusak hak asasi manusia
c.       Hukum yang tidak etis
d.      Bahaya ketentraman

V.  ETIKA BISNIS YANG REALISTIS

           Kunci etika bisnis yang realistis sangat simpel . Bisnis adalah etis ketika memaksimumkan Value (nilai) dari owner (pemilik) dalam jangka panjang dengan menghormati Distribute Justice (keadilan yang merata) dan Ordinary Decency (kesopanan)
-          Jika sebuah organisasi tidak langsung memaksimumkan value dari pemilik , itu bukanlah sebuah bisnis .
-          Jika tidak mengejar tujuan yang memuaskan Distribute Justice dan Ordinary Dencency , itu bukanlah etika .
a.       Etika yang bagus adalah bisnis yang bagus
b.      Tanggung jawab sosial sebagai stakeholder

 
            Pernyataan misi organisasi dan Retovika Politik mencerminkan etika bisnis yang konvesional kelihatan tidak merugikan , tetapi merefleksikan kebingungan dan doktrin yang berbahaya . Seperti bermahaman konvesional , etika bisnis dan CSR bukan hanya berbahaya untuk bisnis tapi juga keekstensian dan bisnis itu sendiri . Untuk memerangi pendekatan konvesional dalam etika bisnis dan CSR membutuhkan 2 fakta mendasar .


1.      Hanya sebuah bisnis yang dapat disebut bisnis yang etis
2.      Untuk menjadi sebuah bisnis yang etis , sebuah organisasi harus memaksimalkan nilai dari pemilik dengan menghormati Distribute Justice dan Ordinary Decency .

            Pentingnya mengatakan kebenaran yang mendasar ini , ketika krisis ekonomi telah di kaitkan kepada kegagalan pasar di bandingkan kebijakan pemerintah , bisnis secara aktive di serang . Kebebasan dan bisnis yang benar-benar etis di butuhkan dan pahit di terima dalam proteksi dari etika bisnis yang konvesional .