I. PENDAHULUAN
Meskipun pendekatan konvesional dalam etika bisnis telah sukses dalam memijah sebuah industri dan mendorong kebijakan publik yang merugikan , tapi masih tersimpan kebingungan yang mendasar . Kurangnya realisme tentang bisnis atau etika , trend yang lazim dalam etika bisnis merusak perilaku etika yang benar dan kebebasan individu .
Trend yang lazim dalam tika bisnis , yang di maksud di sini
adalah pendekatan konvesional yang terdiri dari rentang yang luas dari akademis
dan doktrin yang populer .
II.
KEBINGUNGAN YANG MENDASAR
a. Kegagalan dalam membedakan antara “BISNIS” dan “PERUSAHAAN”
etika bisnis yang konvesional dan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan)
menganggap bisnis dan perusahaan adalah sama , padahal sebenarnya secara
kategori berbeda . “PERUSAHAAN” – “KORPURASI” merancang struktur organisasi
tertentu yang mempunyai tujuan tertentu yang di setujui oleh pemegang saham ;
itu bukan lah bisnis . Sebaliknya “BISNIS” merancang tujuan tertentu ;
memaksimalkan value (nilai) dari pemilik (owner) dalam jangka panjang dengan
menjual barang dan jasa .Tujuan definitif bisnis di peroleh tidak dari
perusahaan tetapi kepemilikan tunggal dan kemitraan . Para pendukung etika
bisnis mengalamatkan mereka kepada perusahaan dan menggunakan istilah CSR , mereka mengabaikan bisnis secara
luas . Sebaliknya , para pendukung SCR menganggap bahwa perusahaan harus di
bisniskan , mereka terus menerus menggambarkan persyaratan dari tata kelola
perusahaan dan tanggung jawab perusahaan .
b. Kegagalan untuk mengenali peranan
tujuan dalam pendekatan konvesional , tidak mengenal dua kebenaran mendasar ,
yaitu :
-Bahwa
hanya sebuah bisnis yang dapat menjadi sebuah bisnis yang etis.
-Bahwa
apa yang di sebut oleh sebuah bisnis yang etnis tergantung pada tujuan bisnis .
III. PENOLAKAN
DOKTRIN STAKEHOLDER (DOKTRIN PEMANGKU
KEPENTINGAN)
Tujuan bisnis selalu di kecualikan oleh dasar yang biasa dari etika bisnis yang
konvesional dan CSR = penemuan cacat dari doktrin stakeholder . Istilah
“STAKEHOLDER” terkait dengan 3 pandangan berbeda :
·
Yang 1 dan 2 adalah pandangan biasa
tidak mempunyai signifikasi moral tertentu.
·
Yang ke 3 sebagian besar tidak koheren
Dengan menggunakan stakeholder artinya mengenali bahwa orang lebih memberi perhatian dalam sebuah proses ketika mereka secara materiil terlibat dalam hasilnya . Definisi stakeholder dalam sebuah organisasi menurut R.Edward Freeman adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau di pengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi . Pencapaian adalah aktivitas dalam mengejar tujuan , tidak hanya sukses dalam melakukannya . Diadopsi dari Uni Eropa , definisi tersebut mengecualikan semua kriteria dari materialitas , kedekatan , dan legitimasi . Kritik terhadap stakeholder :
a.
Doktrin stakeholder bertentangan
dengan bisnis
1. Doktrin stakeholder mengindikasikan
banyak tumpang tindih dan sering memicu konflik kapasitas individu atau
kelompok yang disebut sebagai stakeholder .
2. Dalam Doktrin stakeholder tidak ada
kriteria apa yang merupakan benefit stakeholder .
3. Tidak ada petunjuk bagaimana mereka
harus seimbang .
. Doktrin stakholder merusak akuntabilitas
c.
Doktrin stakeholder tidak tepat
d. Implikator penting Doktrin
stakeholder
IV. ETIKA BISNIS KONVESIONAL KONTRA
PRODUKTIF
a.
Etika bisnis yang konvesional tidak
bertanggung jawab dan tidak etis
b. Etika bisnis konvesional merusak hak
asasi manusia
c.
Hukum yang tidak etis
d. Bahaya ketentraman
V. ETIKA BISNIS YANG REALISTIS
Kunci etika bisnis yang realistis sangat simpel . Bisnis adalah etis ketika
memaksimumkan Value (nilai) dari owner (pemilik) dalam jangka panjang dengan
menghormati Distribute Justice (keadilan yang merata) dan Ordinary Decency
(kesopanan)
-
Jika sebuah organisasi tidak
langsung memaksimumkan value dari pemilik , itu bukanlah sebuah bisnis .
-
Jika tidak mengejar tujuan yang
memuaskan Distribute Justice dan Ordinary Dencency , itu bukanlah etika .
a.
Etika yang bagus adalah bisnis yang
bagus
b. Tanggung jawab sosial sebagai
stakeholder
Pernyataan misi organisasi dan Retovika Politik mencerminkan etika bisnis yang konvesional kelihatan tidak merugikan , tetapi merefleksikan kebingungan dan doktrin yang berbahaya . Seperti bermahaman konvesional , etika bisnis dan CSR bukan hanya berbahaya untuk bisnis tapi juga keekstensian dan bisnis itu sendiri . Untuk memerangi pendekatan konvesional dalam etika bisnis dan CSR membutuhkan 2 fakta mendasar .
1. Hanya sebuah bisnis yang dapat disebut bisnis yang etis
2. Untuk menjadi sebuah bisnis yang etis , sebuah organisasi
harus memaksimalkan nilai dari pemilik dengan menghormati Distribute Justice
dan Ordinary Decency .
Pentingnya mengatakan kebenaran yang mendasar ini , ketika krisis ekonomi telah di kaitkan kepada kegagalan pasar di bandingkan kebijakan pemerintah , bisnis secara aktive di serang . Kebebasan dan bisnis yang benar-benar etis di butuhkan dan pahit di terima dalam proteksi dari etika bisnis yang konvesional .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar