Selasa, 03 Januari 2012

tugas 6:Perbedaan Pandangan Hidup dan Cita-Cita


Perbedaan Pandangan Hidup dan Cita-Cita
Pandangan Hidup merupakan suatu dasar atau landasan untuk membimbing kehidupan jasmani dan rohani. Pandangan hidup ini sangat bermanfaat bagi kehidupan individu, masyarakat, atau negara. Semua perbuatan, tingkah laku dan aturan serta undang-undang harus merupakan pancaran dari pandangan hidup yang telah dirumuskan.
Menurut asalnya pandangan hidup dibagi menjadi 3 yaitu :
· Pandangan hidup yang berasal dari agama,
· Pandangan hidup yang berupa ideologi, dan
· Pandangan hidup hasil renungan.
Pandangan hidup terdiri dari 4 unsur antara lain :
· Cita-cita yang diinginkan dapat diraih dengan usaha dan perjuangan
· Berbuat baik dalam segala hal dapat membuat seseorang merasa bahagia, damai, dan tentram
· Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi oleh keyankinan
· Keyakinan dan kepercayaan adalah hal yang terpenting dalam hidup manusia
1. Cita-cita
Cita-cita menurut definisi adalah keinginan, harapan, atau tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Tidak ada orang hidup tanpa cita-cita, tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap hidup. Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang ada dalam hati. Cita-cita yang merupakan bagian atau salah satu unsur dari pandangan hidup manusia, yaitu sesuatu yang ingin digapai oleh manusia melalui usaha. Sesuatu bisa disebut dengan cita-cita apabila telah terjadi usaha untuk mewujudkan sesuatu yang dianggap cita-cita itu.
2. Kebajikan atau Kebaikan
Kebajikan atau kebaikan pada hakikatnya adalah perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik dan makhluk bermoral.
Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari 3 segi, yaitu :
· Manusia sebagai pribadi, yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati.
· Manusia sebagai anggota masyarakat atau makhluk sosial, manusia hidup bermasyarakat, saling membutuhkan, saling menolong, dan saling menghargai anggota masyarakat
· Manusia sebagai makhluk Tuhan
Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya. Karena tingkah laku bersumber dari pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri. Terdapat tiga hal yang menjadi faktor yang mungkin dapat menjadikan seorang individu memiliki sikap tertentu, yaitu:
· Pembawaan (hereditas) , sesuatu yang diturunkan dari orang tua pada anaknya.
· Lingkungan, merupakan alam kedua yang melingkupi manusia dan di situ manusia baru akan terdidik dengan sendirinya agar bisa melanjutkan hidup.
· Pengalaman, merupakan segala sifat dari keadaan-keadaan, baik itu manis ataupun pahit yang dirasakan dan cenderung sering terbesit di pikiran manusia.
3. Usaha atau Perjuangan
Usaha atau perjuangan adalah bentuk kerja keras untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita. Tanpa adanya usaha, hidup manusia tak ada artinya. Manusia diciptakan berakal dan berindra, di mana apa yang dititipkan-Nya harus dipotensialkan sesuai kemampuannya.
4. Keyakinan atau Kepercayaan
Keyakinanatau kepercayaan berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Manusia memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda dalam meraih tujuan atau cita-cita masing-masing. Pandangan hidup ini mau tidak mau akan menjadi pedoman untuk mengantarkan mereka pada tujuan atau cita-cita tersebut. Maka yang sebaiknya dilakukan manusia adalah memikirkan, merancang, atau menentukan langkah- langkah berpandangan hidup yang baik.

tugas 4 Kedamaian Menciptakan Keindahan


Kedamaian
Menciptakan
 Keindahan

PENCARI kedamaian, mungkin itu judul yang layak diberikan pada kegiatan sebagian manusia di zaman ini. Terutama setelah mengalami banyak sekali kelelahan. Menjamurnya buku-buku sekaligus latihan meditasi, membengkak pesatnya jumlah manusia yang datang ke tempat ibadah, lahirnya banyak sekali pemikiran new age, munculnya banyak sekali tokoh-tokoh perdamaian di muka bumi, semuanya bermuara pada salah satu ujung perjalanan manusia: kedamaian. Panitia pemberi hadiah Nobel di Oslo bahkan setiap tahun mencari muka-muka baru yang bisa diberi penghargaan karena jasa seseorang dalam meningkatkan perdamaian.

Dengan kata lain, kedamaian rupanya telah menjadi barang yang langka sekaligus amat berguna di zaman ini. Pertanyaannya kemudian, benarkah kedamaian harus dicari? Kalau dicari, di manakah ia bersembunyi? Mungkinkah ia bukan bersembunyi malah disembunyikan? Ah maafkanlah pertanyaan, karena pertanyaan tidak saja membimbing pencaharian, pertanyaan juga kerap terlalu bernafsu untuk segera sampai pada jawaban. Dan nafsu berlebihan akan jawaban-jawaban segera inilah yang kerap menjauhkan manusia dari kedamaian.

Manusia dan ilmu-ilmu manusia memang tidak satu dan seragam. Ia demikian kaya sekaligus plural. Demikian juga dengan ladang-ladang kedamaian. Demikian banyak ladangnya, demikian berlimpah cara yang tersedia. Menyebutkan kalau sebuah cara sebagai cara terbaik, sebuah ladang adalah satu-satunya ladang kedamaian, mudah sekali tergelincir ke dalam kedangkalan sekaligus kesombongan. Untuk itulah layak diendapkan, kalau setiap ulasan tentang kedamaian, hanyalah salah satu saja dari demikian berlimpahnya pilihan ulasan yang tersedia.

Disinari cahaya-cahaya kerendahan hati seperti inilah, ada yang bertanya ulang: betulkah kedamaian harus dicari? Marilah kita mulai dengan keadaan hidup yang diberi judul kedamaian. Sejuk, tenteram, bersahabat, semua tampak baik dan bahkan sempurna, adalah rangkaian keadaan yang muncul di dalam ketika manusia membuka pintu-pintu kedamaian. Keadaan seperti ini, adakah ia sebuah akibat atau juga sebuah sebab? Tidak mudah menjawabnya secara hitam-putih. Secara lebih khusus karena manusia berbeda-beda.

Ada memang kelompok manusia yang menyebut kedamaian sebagai akibat. Sebabnya pun demikian beragam. Dari hal-hal luar seperti rumah, mobil, jabatan, nama baik sampai dengan hal-hal di dalam seperti pengendalian diri, kecintaan akan alam dan kehidupan serta ketekunan berjalan menuju Tuhan. Ada juga kelompok lain yang menyebut kedamaian sebagai sebab. Yang penting, menurut kelompok ini, berucap dan bersikaplah sama dalam setiap keadaan: I can choose peace than the others. Pilih kedamaian, jangan yang lain.
Demikianlah selalu wajah-wajah dinamis ilmu-ilmu manusia. Positifnya selalu memberi pilihan yang kaya. Halangannya atau malah peluangnya, mempersilakan orang untuk menentukan sendiri pendekatan mana yang tepat. Dalam peta perjalanan seperti ini, pencari-pencari kedamaian dipersilakan memilih sesuai dengan kedalaman pemahamannya akan diri.

Mereka yang kedalaman pemahamannya akan diri masih di tingkat kedamaian sebagai akibat, dipersilakan berkonsentrasi pada sebab-sebab yang relevan. Hal-hal luar seperti uang, rumah dan mobil memang bisa membantu sebentar. Demikian juga dengan hal-hal dalam seperti disiplin diri, yang bisa memberi dampak lebih jangka panjang. Cuma, apapun yang berbau akibat, ia akan senantiasa datang dan pergi.

Lain halnya dengan kedamaian sebagai sebab. Karena pilihan sikapnya dalam setiap keadaan tidak mengenal yang lain kecuali kedamaian, maka kedamaian menjadi teman yang relatif lebih abadi. Mantra orang-orang dalam kelompok ini hanya satu: I can choose peace than others. Semenderita apapun, semenggoda apapun pilihan-pilihan lainnya, tetap yang dipilih hanya satu: kedamaian.
Seorang sahabat bergumam: tidak mudah! Ini juga tergantung pada diri kita masing-masing. Terutama seberapa kuat badan dan pikiran mencengkeram perjalanan setiap manusia. Dalam kehidupan yang dicengkeram kuat-kuat oleh badan dan pikiran, memilih kedamaian itu sebuah perjuangan berat – kalau tidak mau dikatakan tidak mungkin. Dalam kehidupan di mana badan dan pikiran hanya kuda atau kendaraan yang terkendali, cerita jadi lain. Untuk itulah, bisa dimaklumi kalau bahasa Tibet dari pencerahan adalah jangchub, yang berarti menginternalisasikan nilai-nilai positif secara total.
Dalam nilai-nilai positif yang telah diinternalisasikan secara total ke dalam, tidak saja badan dan pikiran kemudian jadi kendaraan, pilihan I can choose peace than others menjadi demikian mudah dan mengalir. Dan kedamaian pun menjadi sebuah sebab. ”Apa yang tersisa dalam kehidupan seperti ini?”, demikian seorang sahabat pernah bertanya. Dan banyak guru hanya menjawabnya dengan senyuman dalam-dalam. Seperti sedang mengungkapkan keindahan yang tidak bersebab.
Pengungkapan keindahan manapun melalui kata-kata selalu disertai lawan di belakangnya. Namun senyuman dalam-dalam tanpa kata-kata, ia sedang bertutur tentang keindahan yang tidak memiliki lawan. Seperti pernah dituturkan Dalai Lama dalam The many ways to Nirvana: the highest form of peace is true cessation. Kedamaian tertinggi adalah keadaan berhentinya semua. Termasuk berhentinya kata-kata sebagai wakil keindahan. Bukankah dalam hening dan sepi semuanya serba tanpa lawan, semuanya tidak mengundang perdebatan sekaligus pertanyaan?

Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0410/26/sh05.html

tulisan 4: Definisi Keindahan dan Manusia


Definisi
 Keindahan dan
 Manusia
Keindahan atau keelokan merupakan sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau kepuasan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika, sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah “kecantikan yang ideal” adalah sebuah entitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan keindahan dalam suatu budaya tertentu, untuk kesempurnaannya.
Pengalaman “keindahan” sering melibatkan penafsiran beberapa entitas yang seimbang dan selaras dengan alam, yang dapat menyebabkan perasaan daya tarik dan ketenteraman emosional. Karena ini adalah pengalaman subyektif, sering dikatakan bahwa beauty is in the eye of the beholder atau “keindahan itu berada pada mata yang melihatnya.”
Kata benda Yunani klasik untuk “keindahan ” adalah κάλλος, kallos, dan kata sifat untuk “indah” itu καλός, kalos. Kata bahasa Yunani Koine untuk indah itu ραος, hōraios, kata sifat etimologis berasal dari kata ρα, hora, yang berarti “jam.” Dalam bahasa Yunani Koine, keindahan demikian dikaitkan dengan “berada di jam (waktu) yang sepatutnya.”
Sebuah buah yang matang (pada waktunya) dianggap indah, sedangkan seorang wanita muda mencoba untuk tampil lebih tua atau seorang wanita tua mencoba untuk tampil lebih muda tidak akan dianggap cantik. Dalam bahasa Yunani Attic, hōraios memiliki banyak makna, termasuk “muda” dan “usia matang.”
Dilihat dari beberapa persepsi tentang keindahan berikut ini :
1. Keindahan adalah sesuatu yang rnendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat(Tolstoy).
2. Keindahan adalah keseluruhan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sarna lain, atau dengan keseluruhan itu sendiri. Atau, beauty is an order of parts in their manual relations and in their relation to the whole (Baumgarten).
3. Yang indah hanyalah yang baik. Jika belum baik ciptaan itu belurn indah.  Keindahan harus dapat memupuk perasaan moral. Jadi ciptaan-ciptaan yang amoral tidak bisa dikatakan indah, karena tidak dapat digunakan untuk memupuk moral (Sulzer).
4.  Keindahan dapat terlepas sarna sekali dari kebaikan (Winehelmann).
5. Yang indah adalah yang rnemiliki proporsi yang harmonis. Karena proporsi yang harrnonis itu nyata, maka keindahan itu dapat disamakan dengan kebaikan. Jadi, yang indah adalah nyata dan yang nyata adalah yang baik (Shaftesbury).
6. Keindahan adalah sesuatu yang dapat mendatangkan rasa senang (Hume).
7. Yang indah adalah yang paling banyak mendatangkan rasa senang, dan itu adalah yang dalam waktu sesingkat-singkatnya paling banyak memberikan pengalaman yang menyenangkan (Hemsterhuis).
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.
Manusia setiap waktu memperindah diri, pakaian, rumah, kendaraan dan sebagainya agar segalanya tampak mempesona dan menyenangkan bagi yang melihatnya. Semua ini menunjukkan betapa manusia sangat gandrung dan mencintai keindahan. Seolah-olah keindahan termasuk konsumsi vital bagi indera manusia. Tampaknya kerelaan orang mengeluarkan dana yang relatif banyak untuk keindahan dan menguras tenaga serta harta untuk menikmatinya, seperti bertamasya ke tempat yang jauh bahkan berbahaya, hal ini semakin mengesankan betapa besar fungsi dan arti keindahan bagi seseorang. Agaknya semakin tinggi pengetahuan, kian besar perhatian dan minat untuk menghargai keindahan dan juga semakin selektif untuk menilai dan apa yang harus dikeluarkan untuk menghargainya, dan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang yang dapat menghayati keindahan.
Sebenarnya sulit bagi kita untuk menyatakan apakah keindahan itu. Keindahan itu suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan dengan suatu bentuk. Dengan bentuk itu keindahan dapat berkomunikasi. Jadi, sulit bagi kita jika berbicara mengenai keindahan, tetapi jelas bagi kita jika berbicara mengenai sesuatu yang indah. Keindahan hanya sebuah konsep, yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk, misalnya lukisan, pemandangan alam, tubuh yang molek, film, nyanyian.
Kebudayaan diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, terutama kebutuhan hidup fisiknya. Setelah kebutuhan pokok dapat dipenuhi, manusia menciptakan kesenian yang merupakan salah satu kebutuhan psikisnya yang tercukupi melalui rasa keindahan (seni : rasa indah).
Keindahan berasal dari kata indah yang berarti bagus, cantik, elok dan molek. Keindahan identik dengan kebenaran segala yang indah itu selalu mengandung kebenaran. Walaupun kelihatanya indah tapi tidak mengandung kebenaran maka hal itu pada prinsipnya tidak indah.
Keindahan yang bersifat universal, yaitu keindahan yang tak terikat oleh selera perorangan, waktu, tempat atau daerah tertentu. Ia bersipat menyeluruh. Segala sesuatu yang mempunyai sifat indah antara lain segala hasil seni, pemandangan alam, manusia dengan segala anggota tubuhnya dan lain sebagainya. Dalam bahasa Latin, keindahan diterjemahkan dari kata “bellum” Akar katanya adalah “benum” yang berarti kebaikan. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan kata “beatiful”, Prancis “beao” sedangkan Italy dan Spanyol ”beloo”.
Dalam arti luas meliputi keindahan hasil seni, alam, moral dan intelektual. Dan dalam arti estetik mencangkup pengalaman estetik seseorang dalam hubunganya dengan hubunganya dengan segala sesuatu yang diserapnya. Sedangkan dalam arti terbatas keindahan sangat berkaitan dengan keindahan bentuk dan warna.
Sesungguhnya keindahan itu memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya beraneka ragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
2. Hubungan Manusia dan Keindahan
Manusia dan keindahan memang tak bisa dipisahkan sehingga diperlukan pelestarian bentuk keindahan yang dituangkan dalam berbagai bentuk kesenian (seni rupa, seni suara maupun seni pertunjukan) yang nantinya manjadi bagian dari kebudayaannya yang dapat dibanggakan dan mudah-mudahan terlepas dari unsur politik. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, seluas keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dimanapun kapan pun dan siapa saja dapat menikmati keindahan.
Keindahan identik dengan kebenaran. Keindahan merupakan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Karena itu tiruan lukisan Monalisa tidak indah, karena dasarnya tidak benar. Sudah tentu kebenaran disini bukan kebenaran ilmu, melainkan kebenaran menurut konsep seni. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai obyek yang diungkapkan.
Manusia menikmati keindahan berarti manusia mempunyai pengalaman keindahan. Pengalaman  keindahan biasanya bersifat terlihat (visual) atau terdengar (auditory) walaupun tidak terbatas pada dua bidang tersebut.
keindahan tersebut pada dasarnya adalah almiah. Alam itu ciptaan Tuhan. Alamiah itu adalah wajar tidak berlebihan dan tidak kurang. Konsep keindahan itu sendiri sangatlah abstrak ia identik dengan kebenaran. Batas keindahan akan behenti pada pada sesuatu yang indah dan bukan pada keindahan itu sendiri. Keindahan mempunyai daya tarik yang  selalu bertambah,  sedangkan yang tidak ada unsur keindahanya tidak mempunyai daya tarik. Orang yang mempunyai konsep keindahan adalah orang yang mampu berimajinasi, rajin dan kreatif dalam menghubungkan benda satu dengan yang lainya. Dengan kata lain imajinasi merupakan proses menghubungkan suatu benda dengan benda lain sebagai objek imajinasi. Demikian pula kata indah diterapkan untuk persatuan orang-orang yang beriman, para nabi, orang yang menghargai kebenaran dalam agama, kata dan perbuatan serta orang –orang yang saleh merupakan persahabatan yang paling indah.
Jadi keindahan mempunyai dimensi interaksi yang sangat luas baik hubungan manusia dengan benda, manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, dan bagi orang itu sendiri yang melakukan interaksi.
Pengungkapan keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi lainnya. Tujuannya tentu saja dilihat dari segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi manusia secara kodrati.
Ada beberapa alasan mengapa manusia menciptakan keindahan, yaitu sebagai berikut:
1)      Tata nilai yang telah usang
Tata nilai yang terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang merugikan dan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajad wanita lebih rendah dari derajad laki-laki. Tata nilai semacam ini dipandang sebagai mengurangi nilai moral kehidupan masyarakat, sehingga dikatakan tidak indah. Yang tidak indah harus disingkirkan dan digantikan dengan yang indah. Yang indah ialah tata nilai yang menghargai dan mengangkat martabat manusia, misalnya wanita. Hal ini menjadi tema para sastrawan zaman Balai Pustaka, dengan tujuan untuk merubah keadaan dan memperbaiki nasib kaum wanita. Sebagai contoh novel yang menggambarkan keadaan ini ialah “layar terkembang” oleh Sutan Takdir Alisyahbana, “Siti Nurbaya” oleh Marah Rusli.
2)      Kemerosotan Zaman
Keadaan yang merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral. Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral masyarakat. Yang demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah. Yang tidak indah itu harus disingkirkan melalui protes yang antara lain diungkapkan dalam karya seni. Sebagai contoh ialah karya seni berupa sanjak yang dikemukakan oleh W.S. Rendra berjudul “Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta”. Di sini pengarang memprotes perbuatan bejad para pejabat, yang merendahkan derajad wanita dengan mengatakan sebagai inspirasi revolusi, tetapi tidak lebih dari pelacur.
3)      Penderitaan Manusia
Banyak faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah faktor manusia itu sendiri. Manusialah yang membuat orang menderita sebagai akibat nafsu ingin berkuasa, serakah, tidak berhati-hati dan sebagainya. Keadaan demikian ini tidak mempunyai daya tarik dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
4)      Keagungan Tuhan
Keagungan Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu. Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal karena menarik dan tidak membosankan.
3. Cara-cara untuk mengetahui suatu keindahan
1.Renungan
Renungan berasal dari kata renunag, merenung artinya dengan diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung.
Setiap orang pernah merenung. Sudah tentu kadar renungannya satu sarna lain berbeda, meskipun obyek yang direnungkan sama, lebih pula apabila obyek renungannya berbeda. Jadi apa yang direnungkan itu bergantung kepada obyek dan subyek.
2.Keserasian
Keserasian berasal dari kata serasi-serasi dari kata dasar rasi artinya cocok, sesuai, atau kena benar. Kata cocok sesuai atau kena mengandung unsur pengertian perpaduan, ukuran dan seimbang.
Keserasian identik dengan keindahan. Sesuatu yang serasi tentu tampak indah dan yang tidak serasi tidak indah. Karena itu sebagian ahli pikir berpendapat, bahwa keindahan ialah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada suatuhal.
3.Kehalusan
Kehalusan berasal dari kata halus artinya tidak kasar (perbuatan) lembut, sopan, baik (budi bahasa), beradab. Kehalusan berarti sifat-sifat yang halus.
Halus itu berarti suatu sikap manusia dalam pergaulan baik dalam masyarakat kecil maupun dalam masyarakat luas. Sudah tentu sebagai lawannya ialah sikap kasar atau sikap orang-orang yang sedang emosi, bersikap sombong, bersikap kaku sikap orang yang sedang bermusuhan. Oleh karena itu kehalusan dapat menunjukan nilai keindahan seseorang dan sikap kasar bisa mengurangi nilai keindahan dari seseorang.
4. kontemplasi
Suatu proses bermeditasi, merenungkan atau berpikir penuh dan mendalam untuk mencari nilai-nilai makna, manfaat, dan tujuan, atau niat hasil penciptaan.
Disamping itu seni menurut waetaknya akan berpadu dengan keindahan karena itu menurut logika deduktiv dapa dikatakan bahwa keindahan dalam seni juuga harus di kontemplasikan. Keesimpulan ini mengandung dua saran :
1. bahwa untuk dapat menciptakannkeindahan dalam hasil karya seni teerlebih dahulu harus ditempuh proses kontemplasi.
2. keindahan yang berpadu dalam hasil cipta seni harus dikontemplasikan untuk menemukan rahasia dan nilai-nilai dibalik keindahan formalnya.

tulisan8:Cita – Cita Dalam Hidup


Cita – Cita Dalam Hidup

Sewaktu kecil, selalu ditanya apa cita-cita kalau sudah besar nanti?
Jawaban kebanyakan anak-anak jaman saya adalah
 -Aku mau jadi pilot
-Aku mau jadi dosen
 - Jadi polisi,
- akpol,dll

Berbeda dengan anak-anak sekarang. Ketika ditanya mau jadi apa kalau sudah besar?
Jawabannya adalah
-supir metromini
-Power rangers,
-Superman
 Atau tokoh jagoan yang sedang naik daun di tayangan televisi Indonesia. Lucu memang, tapi itulah imajinasi mereka.
Setiap manusia dilahirkan dengan cita-cita sekecil apapun, kalau kata teman saya cita-citanya standar banget, nggak muluk-muluk amat. 
Nah terkadang untuk mengejar cita-cita itu sampai sekolah di tempat yang paling bagus dan bergengsi. Lalu setelah itu, dapatkah cita-cita itu didapatkannya?
 Jawabannya iya dan tidak. Tergantung sebatas mana menilai kesuksesan dan keberhasilan dalam hidup.
 Kebanyakan orang menilai kesuksesan dari materi dan pekerjaan. Menganggap sukses adalah kaya dengan jabatan, bahkan ada yang cukup puas hidup di desa terpencil atau pulau nan jauh dimana dengan keluarga tercinta.
Banyak hal yang mempengaruhi sebuah cita-cita dan kesuksesan terutama dalam pekerjaan
1. Kesempatan datang tidak tepat waktu.
 Ada sebuah tawaran pekerjaan/sekolah disaat dimana kita tidak siap menerimanya.
 Misal kendala waktu yang terbatas, sedang hamil atau tidak bisa meninggalkan hal lebih penting untuk dikorbankan dalam meraih cita-cita itu sendiri.
2. Status dan kondisi.
 Bagi yang berstatus single atau belum menikah, tentu masih banyak peluang yang bisa diperoleh.
 Misal untuk bekerja di bank, perusahaan penerbangan atau perusahaan tertentu yang memberi salah satu syarat standar yaitu lajang dari deretan syarat yang banyak.
Maka ambilah kesempatan itu ketika masih lajang dan jangan buru-buru menikah. Kalau sudah menikah tentulah satu kesempatan sudah tertutup.
Ibarat kalah sebelum berperang.
3. Faktor U atau umur.
 Kejarlah semua peluang dan kesempatan ketika kalian masih muda. Beberapa lowongan di media cetak selalu memberikan syarat umur maksimal.
Maka ketika masih kinyis-kinyis, ambilah kesempatan itu. Baik untuk bekerja maupun sekolah.
 Karena makin berumur maka kerja otak untuk merekam semua memori menjadi lamban dan terbatas.
4. Berani ambil resiko.
 Nah ini yang terkadang paling sulit dilakukan.
Ketika kesempatan datang dan kita harus berani mengorbankan sesuatu yang penting.
 Misal meninggalkan keluarga sementara waktu dan tinggal di tempat yang berjauhan dengan keluarga.
Salut kepada teman-teman yang berani mengambil jalan ini, bahkan banyak teman yang menitipkan anak-anaknya ke keluarga atau orang tua, sementara mereka tinggal di tempat yang berbeda pula.
Dan ternyata saya bukanlah orang yang berani mengambil resiko ini karena menganggap keluarga yang utama.

5. Tidak sesuai kemampuan.
 Kemampuan setiap orang tentu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
 Kalau semua sama dan seragam, oh betapa monotonnya dunia ini. Kesempatan yang ditawarkan terkadang diluar kemampuan kita.
Penyesalan selalu datang terlambat dan sesal tiada arti. Ingat ungkapan seorang guru bahasa Indonesia sewaktu saya sekolah di SMP dulu.
 Mengapa penyesalan selalu datang terlambat?
Kalau datangnya duluan bukan sesal namanya tapi kebodohan. Lalu, pernahkah kalian menyesali sesuatu dalam hidup?
 Apapun itu, saya yakin pasti setiap insan mengalaminya.
 Kalau ada yang bilang tidak pernah, berani taruhan pasti sedang berbohong.
Tidak baikkah menyesali sesuatu?
 Sebagian orang akan mengatakan itu jelek atau bahasa gaulnya lebay, namun sebagian lagi akan mengatakan wajar, manusiawi dan lumrah.
Sumber : http://filsafat.kompasiana.com/2011/09/19/apakah-cita-cita-dalam-hidup-anda-sudah-tercapai/